Peneliti dari University of Cincinnati mengungkapkan statistik yang cukup mengkhawatirkan. Menurut data yang dikumpulkan, hampir 15 persen serangan stroke terjadi saat penderita sedang tertidur. Akibatnya, risiko mengalami kerusakan otak semakin besar karena pasien tidak bisa mendapatkan perawatan yang tepat dalam waktu cepat.
Seperti diketahui, dokter biasanya memberikan perawatan yang disebut sebagai tissue palsminogen activator, atau tPA bagi pasien penderita stroke, pada beberapa jam pertama setelah serangan. Akan tetapi, jika perawatan dilakukan lebih lambat, maka potensi terjadinya berbagai komplikasi pada pasien semakin besar.
Peneliti melakukan pengamatan terhadap lebih dari 1.850 pasien berusia 18 tahun ke atas di kawasan Cincinnati dan Northern Kentucky, Amerika Serikat. Dari pengamatan, terungkap bahwa 273 pasien mengalami stroke saat mereka tertidur.
“Meski sangat sulit untuk mengetahui secara persis kapan serangan stroke terjadi, memanggil tenaga medis untuk pertolongan darurat sangatlah penting,” kata Ausim Azizi, peneliti dari Temple University School of Medicine, seperti dikutip dari MedIndia, 14 Mei 2011.
Apapun yang terjadi, hal yang paling baik untuk dilakukan adalah pergi ke rumah sakit. “Saat ini ada teknologi pencitraan yang bisa digunakan untuk menunjukkan apakah ada jaringan otak yang tidak mati total dan bisa diselamatkan,” ucapnya.
sumber : vivanews.com
Seperti diketahui, dokter biasanya memberikan perawatan yang disebut sebagai tissue palsminogen activator, atau tPA bagi pasien penderita stroke, pada beberapa jam pertama setelah serangan. Akan tetapi, jika perawatan dilakukan lebih lambat, maka potensi terjadinya berbagai komplikasi pada pasien semakin besar.
Peneliti melakukan pengamatan terhadap lebih dari 1.850 pasien berusia 18 tahun ke atas di kawasan Cincinnati dan Northern Kentucky, Amerika Serikat. Dari pengamatan, terungkap bahwa 273 pasien mengalami stroke saat mereka tertidur.
“Meski sangat sulit untuk mengetahui secara persis kapan serangan stroke terjadi, memanggil tenaga medis untuk pertolongan darurat sangatlah penting,” kata Ausim Azizi, peneliti dari Temple University School of Medicine, seperti dikutip dari MedIndia, 14 Mei 2011.
Apapun yang terjadi, hal yang paling baik untuk dilakukan adalah pergi ke rumah sakit. “Saat ini ada teknologi pencitraan yang bisa digunakan untuk menunjukkan apakah ada jaringan otak yang tidak mati total dan bisa diselamatkan,” ucapnya.
sumber : vivanews.com
0 komentar:
Posting Komentar